Sudah tidak Ada Kapal Penumpang Kalipucang-Cilacap
Sungai Citanduy pernah menjadi bagian dalam sejarah transportasi Cilacap-Kalipucang. Kapal penumpang menjadi moda transportasi masyarakat perbatasan dua provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dalam rute perjalanan, turis asing bergabung dan tempat favorit mereka di geladak kapal. Pada setiap dermaga persinggahan, lambaian tangan menjadi tanda keramahan.
Dermaga, seingatku ada sepuluh titik, mulai dari Cilacap, Sleko, Mutehan, Klaces, Majingklak, Nurun, Rasem, Pamotan (Toyib), Suryadi, dan Kalipucang. Dermaga yang terkait dengan Sungai Citanduy, mulai Majingklak hingga Kalipucang.
Ada beberapa nama kapal penumpang, misalnya TA, kapal milik dinas perhubungan, kapal terbesar. Lainnya, adalah kapal Sundawa. Kapal penumpang dari bahan kayu. Kapal TA, berbahan logam. Ada lagi, satu kapal lainnya, kalau tidak salah namanya Kasih Sayang.
Moda transportasi kapal penumpang, bukan hanya alat yang mengantarkan tujuan perjalanan. Kapal adalah sumber kebahagiaan. Jika naik kapal, itu artinya plesir seberapapun pendeknya jarak. Misalnya, rute dermaga Suryadi-Kalipucang, ditempuh sekitar dua puluh menit. Nah, dalam perjalanan singkat itu, rasanya menyenangkan.
Kapal penumpang sudah tidak beroperasi. Sungai Citanduy semakin dangkal. Jalur darat terbangun. Rawaapu (Jawa Tengah) dan Kalipucang (Jawa Barat) sudah terhubung dengan jembatan yang bernama Pancimas.
Hilangnya cerita kapal penumpang itu terkait dengan sedimentasi Sungai Citanduy. Hal yang perlu dibahas pada tulisan selanjutnya.